Monday, March 28, 2011

Menyewakan Ruang Masjid

Setelah selesai di rehab, masjid kami terlihat sangat indah dan luas. Shalat lima waktu dilakukan di lantai atas.
Lalu lantai bawah digunakan untuk semacam ruang serbaguna. Tapi kalau shalat jumat, lantai bawah digunakan untuk menampung jamaah. Hal yang mendasar yang ingin saya tanyakan, bolehkah ruang masjid disewakan. Bahkan salah satu ruang disewakan untuk Biro haji, dan ada ruang satu lagi untuk koperasi, sehingga tak terhindarkan terjadinya  transaksi. Katanya di masjid tidak boleh transaksi.

-Di ruang serbaguna yang disewakan itu selain untuk seminar juga untuk pernikahan. Sebagaimana lazimnya resepsi pernikahan di Indonesia, masih diselingi upacara adat yang cenderung musyrik, lagu-lagu yang disetel pun sudah semaunya si penyewa. Pihak DKM hanya membatasi ketika ada azan dikumandangkan maka musik di ‘pause’.

Selain itu tamu-tamu yang diundang pun berpenampilan seperti umumnya resepsi, wanitanya tidak berjilbab, modis pakai kemben, menampakkan auratnya. Bahkan ada juga dari umat Nasrani yang menggunakan kalung salib.

-Selain itu, bagaimana status pengggunaan uang sewanya? Apakah boleh dibagi bagi ke pengurus? Lalu sisanya untuk pembangunan atau kegiatan masjid?

Terus apakah batasannya (definisi) masjid itu, mengingat masjid kami halamannya luas. Apakah begitu masuk pagar sudah berarti masuk masjid, karena ini berkaitan dengan shalat tahiyatul masjid dan haramnya transaksi tadi. O, ya terakhir, anehnya dengan alasan keamanan setelah shalat zuhur ruang shalat masjid kami dikunci, tamu dipersilakan shalat dipelataran.

Syukron jazakumullah khoir atas jawabannya
Budi Arto
Jakarta Timur

Jawaban:

Menyewakan Masjid

Imam Ahmad bin hambal berpendapat boleh menyewakan salah satu bagian dari masjid apabila bagian tersebut tidak dibutuhkan ketika shalat dilaksanakan dan pemakaian tempat tersebut untuk hal-hal yang mubah serta sesuai dengan kehormatan masjid. Dengan syarat jamaah masjid menyetujui penyewaan dan pemakaian tesebut. Dalil yang dipakai Imam Ahmad bin Hambal dalam pembolehan tersebut adalah: masjid adalah wakaf, menyewakan harta wakaf untuk kemaslahatan yang sesuai dengan tujuan wakaf dibolehkan.

Menyewakan Ruang di bawah Masjid.

Para Ulama sepakat bahwa ruang di bawah masjid, yang dibangun dengan tujuan bukan untuk dijadikan masjid, ruang tersebut bukan masjid. Karena statusnya bukan masjid maka tidak berlaku hukum-hukum yang berhubungan dengan masjid. Seperti sholat tahiyyatul masjid ketika memasuki ruangan tersebut, beritikaf di ruang tersebut dan larangan perempuan haid untuk berada di dalamnya. Karena bukan masjid, maka diperbolehkan menyewakan ruang tersebut untuk acara-acara yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan masjid.

Pengurus harus mempunyai aturan dan tata tertib tentang kegiatan-kegiatan yang berlangsung di ruang tersebut. Hal itu demi menjaga kehormatan masjid. Sebab ruang tersebut masih berada dalam lingkungan masjid.

Demikian pula dibolehkan menyewakan ruang tersebut untuk kegiatan ekonomi yang mana terdapat didalamnya transaksi. Sekali lagi karena ruang tersebut bukan masjid.

Hadis Larangan Transaksi di Masjid

Amru bin Syuaib meriwayatkan sebuah hadis yang melarang mengadakan transaksi jual beli di masjid, mengumumkan kehilangan dan membaca syair. Hadis lain yang diriwayatkan dari Abi Hurairah menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda: ”Apabila kalian melihat orang bertransaksi jual beli di  masjid maka katakanlah: “Mudah-mudahan Allah tidak memberi keuntungan dalam transaksimu.”

Namun apakah karena ada hadis yang melarang transaksi di masjid kemudian hukum transaksi di masjid menjadi haram? Hal ini butuh analisa lebih dalam.

Memahami Larangan yang terdapat dalam al-Quran dan hadis

Kata yang menunjukkan makna melarang (shighotunn-nahyi) yang terdapat dalam teks hukum baik berupa ayat al-Quran atau al-hadis tidak selamanya difahami haram. Shighoh larangan bisa difahami dua makna; haram atau makruh. Biasanya para mujtahid sebelum menentukan makna “larangan” dalam teks hukum, mereka meneliti terlebih dahulu apakah ada dalil (al-Qarinah) baik berupa ayat, hadis atau hal yang laiinya, yang merubah makna larangan dari haram ke makruh. Seandainya ada maka larangan menjadi makruh bukan haram. Dalam makruh terdapat makna boleh, akan tetapi tidak dilakukan lebih baik. Kalau tidak ada maka larangan dimaknai haram.

Hukum Transaksi Di Masjid

Dalam masalah transaksi di masjid sebagian besar Ulama berpendapat transaksi di masjid makruh dan transaksi tersebut sah.  Karena hadis larangan jual-beli dikuti dengan larangan tidak boleh membaca syair dan mengumumkan kehilangan.

Mazdhab Hanbali berpendapat transaksi di masjid haram dan transaksi tersebut tidak sah.  Masjid hanya untuk Shalat dan berzikir kepada Allah. Allah berfirman: 36.  Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, 37.  Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, (An-Nur : 36-37)

Penggunaan Uang Sewa Bangunan Wakaf

Pada dasarnya menyewakan bangunan wakaf diperbolehkan. Bangunan atau ruangan dikelola oleh pengelola masjid (DKM) termasuk bangunan wakaf. Adapun uang yang diperoleh dari hasil sewa tersebut maka sepenuhnya diserahkan kepada pengurus sesuai dengan aturan yang ada. Para pengurus wakaf diperbolehkan mengambil manfaat dari hasil sewa bangunan wakaf.

Batasan Masjid

Para Ulama berbeda pendapat tentang batasan masjid. Apakah halaman Masjid (ar-rahbah) termasuk masjid? Pendapat pertama mengatakan halaman masjid, apabila bergabung dengan masjid dan dibatasi oleh batas seperti pagar atau yang lainnya, maka halaman masjid termasuk masjid. Pendapat kedua berpendapat bahwa halaman masjid adalah masjid. Pendapat ketiga menyebutkan bahwa halaman masjid bukan masjid. Halaman Masjid apabila bagian dari masjid maka hukum halaman sama seperti hukum masjid.

Namun, Apabila masjid berada diatas apakah bagian bawah masjid adalah halaman masjid? Apakah bangunan-bangunan yang berada di komplek masjid semuanya bagian dari masjid? Bangunan dan halaman yang berada didalam komplek masjid termasuk masjid, dalam fiqih disebut haromul masjid.

Yang perlu diingat. Hukum bangunan yang ada dikomplek masjid tergantung niat yang membangun apakah bangunan tersebut dibangun untuk menjadi bagian  dari masjid atau bukan. Apabila dibangun untuk menjadi bagian dari masjid maka hukumnya hukum masjid. Apabila tidak hukumnya berbeda dengan masjid.

Menutup Masjid Diluar Waktu Shalat

Demi menjaga masjid dari hal-hal yang tidak diinginkan dibolehkan menutup masjid diluar waktu shalat.

Dalam fiqih ada kaidah adh-dhoror yuzaal, Yang berbahaya harus dicegah. Kaidah lain menyatakan darul-mafasid muqoddamun ‘ala jalbil-masholih, menghindari hal yang merusak didahulukan dari mengambil manfaat.

Wallahu’alam
Diasuh Oleh DR H M Taufik Q Hulaimi MA Med
Direktur Ma’had Aly an Nuaimy Jakarta
http://sabili.co.id/agama/menyewakan-ruang-masjid

No comments:

Post a Comment