Wednesday, December 22, 2010
Duri-duri Yang Merusak Ukhuwah
Abu ‘Ashim Hisyam bin Abdul Qadir ‘Uqdah
Mencintai sesama mukmin dan mengikat tali ukhuwah (persaudaraan) merupakan suatu perbuatan yang amat mulia dan sangat penting. Allah SWT menyatakan persaudaraan sebagai sifat kaum mukminin dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, seperti dalam firman-Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Al Hujuraat : 10)
Persaudaraan yang terjalin di antara kaum mukmin sesungguhnya merupakan anugrah nikmat yang sangat besar dari Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya :
وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” ( Ali Imran : 103)
هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ . وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan- Nya dan dengan para mu’min, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka” ( Al-Anfaal : 62-63)
Seiring perjalanan waktu, tali ukhuwah yang telah terjalin terkadang bisa mengendur, bahkan putus sama sekali dikarenakan virus-virus yang berjangkit di hati, antara lain :
1. Tamak akan kenikmatan dunia
Banyak kasus dua orang sahabat yang saling mencintai dengan tulus sehingga masing-masing merasa berat untuk berpisah dari kawannya, tiba-tiba sikap mereka berubah ketika tergiur dengan gemerlap dunia dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Apa yang akan kita lakukan seandainya ada peluang rizki di mana kita dan saudara kita sama-sama membutuhkan? Sering terjadi dua orang sahabat saling bersaing, saling jegal demi mendapatkan satu pekerjaan. Di sinilah sifat itsar (mendahulukan saudara) kita diuji.
Sebaik-sebaik sifat itsar adalah yang seperti dilakukan oleh kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin sebagaimana diabadikan dalam Al Hasyr : 9 berikut ini.
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Al-Hasyr:9)
2. Tidak santun dalam berbicara
Hal ini merupakan pintu yang paling leluasa bagi setan untuk masuk menebar bibit-bibit perselisihan dan permusuhan di antara sahabat. Banyak yang beranggapan, hubungan istimewa yang terjalin dengan sahabatnya membebaskannya dari tutur kata yang sopan.
Contoh gaya bicara kepada saudara kita yang harus dihindari adalah :
a. Berbicara dengan nada suara tinggi dan menggunakan kata-kata kasar
Di dalam Al Qur’an, Allah mengisahkan wasiat Luqman dalam mendidik anaknya :
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai” (Luqman : 19).
Ali bin Abu Thalib berkata : “barangsiapa lembut tutur atanya, niscaya manusia suka dengannya”.
b. Tida k mendengar saran saudaranya, enggan menatap ketika berbicara atau memberi salam, tidak menghargai keberadaannya.
Seorang ulama salaf berkata : “Ada orang yang memberitahuku tentang suatu hadits, padahal saya telah mengetahuinya sebelum ia dilahirkan, namun kesopanannya mendorongku untuk tetap mendengarnya hingga selesai.”
Kemuliaan akhlak Rasulullah membawa beliau untuk tetap mndengar dan tidak memotong kata-kata seorang musyrik bernama ‘Utbah. Ketika berhenti, Rasulullah bertanya kepadanya : “Apakah engkau sudah selesai, hai Abul-Walid (panggilan ‘Utbah)?”
c. Bercanda secara berlebihan
Canda ringan dalam batas kesopanan dan tidak keluar dari ruang lingkup yang benar akan menambah kelenturan dan kehangatan hubungan ukhuwah. Sebaliknya, canda yang berlebihan dan melampaui batas kesopanan akan mempercepat kehancuran ukhuwah.
d. Sering mendebat dan membantah
Sering mendebat dan membantah diikuti oleh dampak begatif lainnya seperti menganggap unggul ide, sering mengkritik ide sahabat, sok tahu, menggunakan kata-kata pedas yang bernada merendahkan pemahaman, cara berpikir, dan kekuatan penguasaannya terhadap suatu masalah. Sesungguhnya salah satu faktor paling signifikan yang dapat memicu rasa benci dan dengki antara sahabat adalah kebiasaan berselisih/berbantah-bantahan yang seringkali tanpa didasari oleh ketulusan dalam upaya mencari kebenaran. Perselisihan juga terkadang menjebak keduanya dalam pembicaraan mengenai masalah yang masih samar, tanpa dalih argumen yang jelas. Perselisihan juga mendorong salah seorang di antara kedua sahabat tersebut terus berbicara, kendati tiada hasil yang dicapai, selain memperburuk hubungan dan mengubah sikap. Sabda Rasulullah :
إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ
“Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang sangat keras kepala dan suka membantah” (HR. Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Tirmidzi, Ahmad)
مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا الْجَدَلَ
“Tiada kaum yang menjadi sesat setelah mendapat petunjuk kecuali karena mereka suka saling berbantah-bantahan” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا
“Aku adalah penghulu (kepala) rumah di taman surga – yang diperuntukkan – bagi orang-orang yang menghindari perdebatan (perselisihan) , sekalipun dalam posisi yang benar” (HR. Abu Dawud)
e. Kritikan keras yang melukai perasaan
Salah satu faktor yang dapat merusak suasana pembicaraan dan hubungan ukhuwah adalah menyerang dengan kritikan bernada keras atau kritikan yang tidak argumentatif. Seperti ungkapan : “Semua yang kamu katakan adalah salah, tidak memiliki dalil yang menguatkan.” Atau : “Kamu berseberangan dengan saya.”
Jika antum seorang yang beretika baik, seharusnya yang antum katakan adalah : “Beberapa sisi dalam pendapatmu itu perlu dipertimbangkan lagi”, “Menurut hemat saya….”, “Saya mempunyai ide lain, harap antum menyimaknya dan memberi penilaian”, dan ungkapan-ungkapan serupa lainnya.
3. Sikap Acuh/tidak care atau cuek
Ukhuwah yang tidak dihiasi dengan kehangatan perasaan dan gejolak rindu, adalah ukhuwah yang kering. Ia akan segera gugur dan luntur.
Imam Ahmad dalam bukunya az-Zuhd dan Ibnu Abi Dunya dalam bukunya al-Ikhwan, menceritakan bahwa pada suatu malam Umar bin Khaththab teringat kepada seorang sahabatnya, dan ia terus bergumam lirih : “Mengapa malam ini terasa begitu panjang.” Maka setelah menunaikan shalat Subuh, Umar segera menemui sahabatnya itu dan memeluknya dengan erat. Subhanallah…..Itulah perasaan yang membuat seseorang merindukan saudaranya, sehingga berangan-angan agar tidak berpisah darinya, baik di dunia maupun di akhirat.
Berempati atas semua musibah dan penderitaan yang dialami saudara atau sahabat serta memperhatikan keperluan-keperluannya merupakan salah satu hal yang bisa mempererat ukhuwah. Seorang ulama salaf berkata : “Jika seekor lalat hinggap di tubuh sahabatku, aku benar-benar tidak bisa tinggal diam (Abu Hayyan at-Tauhidi, al-Mukhtar minash Shadaqah wash-Shadiq, hlm. 143).
Perasaan yang tulus juga akan mendorong seseorang untuk mendoakan sahabatnya ketika berpisah dan menyebut namanya dalam waktu-waktu terkabulnya do’a.
Sabda Rasulullah :
“Doa seorang muslim untuk kebaikan saudaranya yang dilakukan dari kejauhan, niscaya akan dikabulkan”. (HR. Muslim, Ibnu Majah, Ahmad)
4. Mengadakan Pembicaraan Rahasia
إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آَمَنُوا
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, agar orang-orang yang beriman itu berduka cita” (Al-Mujadilah : 10)
Dalam riwayat Ibnu ‘Umar ra dinyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda :
إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً فَلَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الثَّالِثِ إِلَّا بِإِذْنِهِ فَإِنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُهُ
“Jika kamu bertiga, maka janganlah dua di antara kamu membuat pembicaraan rahasia , kecuali jika orang ketiga mengizinkan, karena perbuatan itu dapat membuatnya sedih”. (Ahmad)
5. Keras kepala, enggan menerima nasihat dan saran
Sikap keras kepala dan enggan mnerima nasihat, membuat seorang sahabat merasakan adanya dinding pemisah antara diri antum dan dirinya. Ia merasa sulit untuk terbuka dalam setiap pembicaraan dengan antum, bahkan -mungkin- menganggapmu sombong.
Rasulullah saw sering didatangi oleh para sahabat dan istri-istri beliau untuk memberikan ide dan saran dalam berbagai hal. Beliau mau menerima dan menuruti saran mereka dengan senang hati, sekalipun dalam bentuk pernyataan keberatan, kritik, atau sekedar pertanyaan.
6. Sering membantah, berbeda sikap dan bersikap sombong dan kasar
Untuk menambah kehangatan ukhuwah, dua orang yang bersahabat mesti memiliki beberapa kesamaan sifat, kebiasaan, dan watak. Pepatah mengatakan : “Burung-burung bergerombol dengan sesama jenisnya.”
Malik bin Dinar berkata : “Dua insan tidak akan terikat dalam jalinan ukhuwah, kecuali jika masing-masing memiliki sifat yang sama dengan sahabatnya.”
Karena itu, betapa banyak orang yang berjumpa sekilas dalam perjalanan, kemudian berubah menjadi teman yang sangat dekat. Hal tersebut biasa terjadi karena antum menemukan beberapa kesamaan perasaan, kesenangan, pemahaman, dan ide.
Di antara faktor yang dapat menambah keakraban ukhuwah sekaligus menjaganya dari kehancuran adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan beberapa kebiasaan sahabat. Sebaliknya, sering berseberangan dengan sahabat dapat mengurangi keakraban. Tetapi tentunya semua itu dilakukan dengan syarat tidak melanggar aturan syari’at agama.
Terhadap saudara atau sahabat, kita juga harus bersikap lembut dan tidak sombong. Anas bin Malik, pelayan Rasulullah saw pernah menceritakan tentang kelemah-lembutan Rasulullah. Kata beliau : “Aku menjadi pelayan Rasulullah saw selama 10 tahun, dan selama itu beliau tidak pernah mengeluh atau mengomentari pekerjaanku, seperti mengatakan, ‘Kenapa kamu lakukan ini?’, juga tidak pernah berkomentar ketika aku tidak melakukan sesuatu, seperti mengatakan ‘Kenapa kamu tidak melakukan ini?’.
7. Memberi teguran di depan orang lain
Salah satu hak ukhuwah terhadap saudara kita adalah memberi nasihat apabila ia melakukan kemungkaran, maksiat atau kesalahan, dengan tujuan agar ia kembali pada kebenaran sekaligus terhindar dari ancaman kemurkaan dan siksa Allah SWT.
Namun demikian, nasihat tidak boleh dilakukan secara terbuka di tengah keramaian umum, kecuali dengan alasan yang mendesak, karena merupakan sifat manusia, dia tidak suka jika keburukan-keburukan nya dibuka di depan umum. Lebih dari itu, menasihati atau menyebut kesalahan seseorang di muka umum merupakan penyebab cepat pudarnya rasa cinta dan mudah tertananam bibit-bibit permusuhan karena merasa dicemarkan dan dihina, juga dapat menimbulkan sifat keras kepala dan nafsu untuk membalas dendam.
Lain halnya bila seseorang dikritik atau dinasihati dalam keadaan menyendiri, ia akan lebih menerima, mampu memahami permasalahan dengan jelas, dan tertarik kepadamu karena merasa telah diberi pertolongan dan diingatkan akan kesalahan yang telah dilakukan.
Terkadang ada orang yang memberi nasihat ingin melihat hasil dari usahanya secepat kilat, sehingga berharap agar orang yang dinasihatinya berubah seketika. Jika tidak demikian, ia berasumsi bahwa nasihatnya telah gagal, atau terus berupaya menekan orang yang dinasihati, sehingga lebih mirip sebuah pemaksaan kehendak daripada menasihati. Ia juga beranggapan bahwa orang yang dinasihati itu tidak mengerti nasihat yang diberikannya, atau belum menerima nasihat itu. Pandangan seperti itu adalah tidak benar, karena sudah menjadi tabiat umum manusia, mereka enggan mengakui kesalahan secara langsung, melainkan membutuhkan rentang waktu untuk berpikir, atau mencari kesempatan untuk kembali.
8. Sering menegur, tidak toleran dan cenderung negative thinking serta enggan memaafkan
Sikap sering menegur dan menekan sahabat dapat mengakibatkan terpuruknya tali ukhuwah, karena sahabatmu beranggapan bahwa Anda tidak dapat menerima kekurangannya sekecil apapun, atau menganggapmu selalu diliputi prasangka buruk terhadapnya. Jika Anda terus menggunakan cara bergaul seperti ini, tentu Anda tidak akan mendapatkan seorang sahabat yang bebas dari kekurangan. Artinya, Anda tidak akan pernah bisa menjalin ukhuwah.
Dalam memilih teman atau sahabat, kita perlu menentukan kriteria ideal, misal : akhlaqnya bagus, karena kita memang dianjurkan untuk bergaul dengan orang-orang yang shalih. Akan tetapi perlu diingat juga bahwa tidak ada sahabat yang bebas dari kekurangan, sebagaimana Anda pun tidak lepas dari kekurangan. Maka terimalah kekurangannya sebagaimana ia menerima kekuranganmu. Fudhail bin ‘Iyadh berucap : “Siapa mencari sahabat tanpa cacat, niscaya sepanjang hidupnya tidak mendapat sahabat.”
Salah satu ciri ukhuwah yang tulus lainnya adalah suka memaafkan dan lapang dada terhadap kesalahan. Hasan bin Wahb berkata : Di antara hak-hak ukhuwah adalah memaafkan kesalahan sahabat dan terbuka atas segala kekurangannya.”Suatu kesalahan yang dilakukan oleh sahabat tidak boleh menjadi alasan untuk menjauhi atau putus darinya. Rasulullah saw bersabda :
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Penyambung persaudaraan bukanlah orang yang membalas kebaikan yang pernah diterimanya, namun penyambung persaudaraan adalah yang diputus hubungannya, lalu dia menyambungnya kembali.” (Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi)
Dalam untaian bait puisinya, Imam Syafi’i berkata :
Ketika aku memaafkan dan tidak menyimpan iri di hati # Jiwaku tenteram bebas dari tekanan rasa permusuhan
Kuucapkan salam di saat berjumpa lawan # Agar manahan bibit permusuhan
Dengan ucapan salam # Kutampakkan wajah berseri kepada orang yang kubenci
Seakan berbunga hatiku penuh kecintaan # Manusia adalah penyakit
Penawarnya dengan cara mendekati # Jika menjauhi berarti mengabaikan cinta sejati
Jika sahabatmu menyakiti atau berbuat kesalahan kepadamu, maka sikapilah dengan lapang dada dan maafkanlah jika sanggup memafkannya dengan penuh ketulusan. Namun jika tidak, tegurlah dengan baik, seperti yang dianjurkan oleh Abu Darda’ ra : “menegur saudaramu atasa kesalahannya adalah lebih baik, daripada harus berpisah. Adakah yang sanggup menunjukkan kepadamu seorang sahabat yang sempurna?”
9. Mudah percaya hasutan orang-orang yang mendadu domba dan memendam dengki
Merupakan kesalahan besar jika Anda mudah mempercayai isu yang berkembang mengenai sahabatmu, atau menuduhnya telah melakukan perbuatan yang menyakitkan, hanya berdasarkan kepada kabar burung dan isu yang diterima. Waspadalah, karena banyak orang yang dengki kepada orang-orang yang terikat dalam jalinan ukhuwah. Para pendengki tersebut mempunyai kecemburuan yang sangat tinggi. Mereka tidak suka melihat hubungan tulus yang begitu kuat mengikat hubungan orang2 yang bersahabat, mereka tidak tenang selama tali ukhuwah tersebut belum tercerai-berai.
Oleh karena itulah, orang2 yang dipertemukan oleh Allah SW dalam sebuah jalinan ukhuwah harus yakin bahwa satu sama lainnya saling mencintai karena Allah, saling mencintai dengan penuh ketulusan yang muncul dari nurani yang paling dalam. Dengan demikian, sekuat apapun para pendengki memusuhi, tetap tidak akan mampu menggoyahkan kokohnya konstruksi ukhuwah.
Firman Allah SWT :
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“dan -Allah- yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman)[622]. walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana”.(Al Anfal : 63)
10. Membuka Rahasia
Salah satu faktor yang dapat mempertahakankan ukhuwah adalah menjaga rahasia sahabat agar tidak tersebar. Rasulullah saw bersabda :
إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ بِالْحَدِيثِ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ
“Jika seseorang diberitahu oleh sahabatnya mengenai suatu hal, lalu ia pergi, maka hal tersebut telah menjadi amanat (rahasia yang harus dijaga) baginya.” (Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad)
Sebagian ulama membuat ilustrasi mengenai sahabat yang membawa malapetaka jika dekat dengannya, yaitu orang yang jika dekat, ia berusaha mengetahui rahasia, mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan kita, memperhatikan kesalahan dan kekurangan, menghitung kesalahan-kesalahan kecil yang tidak disengaja, menghafal saat-saat kita tergelincir ucapan atau perbuatan spontan dalam keadaan biasa maupun sedang marah, atau di dalam pembicaraan terbuka dan lepas yang siapapun sulit terhindar dari kelalaian, kemudian ia menjadikan semua itu sebagai senjata untuk menjatuhkan sahabtanya di kala terjadi perselisihan”. Semoga kita semua terhindar menjadi sosok sahabat yang seperti ini. Naudzubillah mindzalik.
11. Mengikuti prasangka
Mempunyai prasangka bahwa sahabatmu menyembunyikan sesuatu darimu juga dapat menyakitinya. Apalagi jika Anda sudah membangun sikap-sikap tertentu berdasarkan prasangka tersebut. Selain bisa menyakitinya, hal ini juga betul-betul akan menyakiti dirimu sendiri, karena prasangka buruk dapat merusak ketulusan perasaan hatimu terhadapnya.
Oleh karena itu, ketulusan hati dan prasangka baik (husnuzhzhan) merupakan salah satu faktor yang dapat mempertahankan hubungan ukhuwah.
Dengan alasan tersebut Allah dan Rasul-Nya melarang kita berburuk sangka (su’udzdzan) dan mengikutinya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” ( Al-Hujuraat : 12)
Sabda Rasulullah :
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
“Hindarilah prasangka (buruk), karena prasangka (buruk) adalah ucapan yang paling dusta.” (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad)
Prasangka buruk dapat mendorong kepada perbuatan tajassus (mencari-cari kesalahan) yang dilarang oleh agama. Juga dapat mendorong untuk menjelek-jelekkan sahabat. Betapa jauh dari cinta dan makna ukhuwah, orang yang jika marah terhadap sahabatnya, ia langsung berprasangka buruk atau mengejeknya di hadapan orang lain.
12. Mencampuri masalah pribadi
Termasuk dalam hal mencampuri urusan pribadi adalah mencari-cari kesalahan, mencuri pendengaran, serta turut campur dalam masalah yang tidak ada gunanya bagi kita.
Sabda Rasulullah :
وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
“Jangan mencari-cari kesalahan (tajassus), mencuri pendengaran (tahassus), saling bermusuhan dan saling menjauhi. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad)
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak berguna baginya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Dalam sirah sahabat Nabi dikisahkan, ada seorang sahabat Nabi yang sakit. Ketika para sahabat dan kerabat menjenguknya, mereka merasa heran ketika melihat wajah sahabat yang sakit tersebut begitu ceria. Lalu mereka bertanya mengenai sebab keceriaannya. Ia menjawab : “ Ada dua amalan yang benar-benar kuyakini pahalanya sangat besar, yaitu aku tidak pernah berbicara mengenai hal-hal yang tidak berguna, dan hatiku bersih dai segala perasaan kotor terhadap sesama kaum muslim.”
13. Egois, arogan, tidak berempati dengan penderitaan saudara dan tidak memperhatikan masalah serta kebutuhannya
Suatu pelajaran yang indah dapat kita petik dari cerita Harun bin Abdillah ra ketika ia berkata : “Pada suatu saat, Ahmad bin Hambal mengunjungiku di tengah malam. Kudengar pintu diketuk, maka aku bertanya : “Siapa di luar sana ?” Ia menjawab : “Aku, Ahmad”. Segera kubuka pintu dan menyambutnya. Aku mengucapkan salam dan ia pun demikian. Lalu aku bertanya : “Keperluan apakah yang membawamu kemari?” Ahmad menjawab : “Siang tadi, sikapmu mengusik hatiku.” Aku bertanya : “Masalah apakah yang membutmu terusik, wahai Abu Abdillah?” Ahmad menjawab : “Siang tadi aku lewat di samping halaqoh-mu, ketika engkau sedang mengajar murid-muridmu, engkau duduk di bawah bayang-bayang pohon sedangkan murid-muridmu secara langsung terkena terik matahari dengan tangan memegang pena dan catatan. Jangan kau ulangi perbuatan itu di kemudian hari. Jika engkau mengajar maka duduklah dalam kondisi yang sama dengan murid-muridmu.”
Dalam kisah di atas, setidaknya ada dua catatan yang layak direnungkan.
1. yang bercerita bukan pihak yang memberi nasihat, melainkan orang yang dinasihati dan ia tergugah dengan nasihat tersebut,
2. kelembutan dan kehalusan gaya nasihat Imam Ahmad. Ia menyampaikannya secara sembunyi di tengah malam, dengan menggunakan kata-kata “Sikapmu mengusik hatiku”, benar-benar suatu ungkapan yang lembut. Ia tidak mengatakan, misalnya “Kamu telah menyakiti manusia….”
Faktor lain yang dapat memperkokoh ukhuwah adalah berempati terhadap penderitaan saudara dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nya.
Sabda Rasulullah :
وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Siapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya, niscaya Allah mencukupi kebutuhannya Siapa yang menolong seorang mukmin dari suatu kesusahan, niscaya Allah akan menolongnya dari salah satu kesusahan pada hari kiamat. Siapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad)
Dalam hal mencukupi kebutuhan saudara kita;
- Skala paling rendah adalah sebatas mencukupi kebutuhannya ketika diminta dan kita mampu, dan bantuan tersebut diberikan dengan syarat hati merasa senang dan bahagia.
- Skala pertengahan adalah mencukupi kebutuhannya tanpa ia minta.
- Skala yang tertinggi adalah mengutamakan kebutuhan saudara kita daripada kebutuhan kita sendiri.
Sahabat di saat senang selalu banyak jumlahnya # namun ketika susah hanya sedikit yang tersisa
Maka jangan terpedaya dengan kebaikan seorang sahabat # namun ketika musibah menimpa tiada yang mengiba
Semua sahabat menyatakan dirinya setia # namun tidak semua berbuat seperti ucapannya
Kecuali sahabat yang penuh derma dan taat agama # itulah sahabat yang berbuat sama dengan kata-katanya
14. Menutup diri, berlebihan, membebani dan menghitung-hitung kebaikan
Jika Anda ingin membuat hati seorang sahabat menjadi senang dan bersikap terbuka apa adanya, maka hindarilah menutup diri dan jangan membuatnya merasa terbebani, jangan menghitung-hitung kebaikannya kepadamu, jangan memberatkannya agar melayanimu, dan bersikaplah rendah hati.
Dalam hal ini, cara pandang yang paling baik adalah kamu menganggap dirimu lebih layak melayani daripada dilayani, dengan demikian kamu cenderung menganggap dirimu sebagai pelayan. Barangkali Umar bin Khaththab adalah sosok yang bisa dijadikan contoh. Beliau berbuat baik kepada siapa saja, tidak hanya sahabat dekat, melainkan juga budak-budaknya.
Menurut Aslam, salah seorang pelayan Umar, pada suatu malam terkejut mendapati Umar sedang mengurus kuda-kuda pelayannya dan kudanya sendiri, seraya melantunkan puisi :
Jangan biarkan malam ini membuat hatimu resah # Hiasilah ia dengan sehelai baju dan sorban
Jadilah sahabat baik bagi Naif dan Aslam # Layanilah mereka
15. Enggan mengungkapkan perasaan cinta, enggan membela sahabat ketiak aibnya disebut
Tentang menyatakan cinta pada saudara Rasulullah bersabda:
“Jika seorang di antara kamu mencintai saudarnya karena Allah, maka kabarkanlah kepadanya, karena hal itu dapat mengekalkan keakraban dan memantapkan cinta.”
Di antara hak ukhuwah adalah membela dan mempertahankan nama baik sahabat. Rasulullah bersabda :
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzhalimi dan menyerahkannya.” (Bukhari, Ahmad)
16. Melupakannya karena sibuk mengurusi orang lain dan kurang setia
Di antara gambaran akhlaq buruk dalam berukhuwah adalah ketika kita mendapatkan seorang sahabat baru lantas meninggalkan sahabat yang telah kita kenal dalam jangka waktu lama. Salah satu penyebab kekecewaan sahabat adalah ketika ia berusaha sekuat tenaga untuk dekat denganmu dan selalu mengutamakanmu dari siapapun juga, ia justru mendapatimu tidak setia dan tidak menghargainya.
Tidak setia terhadap sahabat juga dapat memutuskan tali ukhuwah. Tanda-tanda kesetiaan terhadap sahabat di antaranya adalah :
- berdoa untuknya dari kejauhan, baik selama ia hidup atau setelah kematiannya, berbuat baik kepada orang yang dicintainya juga keluarganya.
- konsiten dengan sikap tawadhu’ (rendah hati) terhadap sahabat, sekalipun kedudukan ataupun ilmu Anda lebih tinggi darinya.
17. Mengingkari janji dan kesepakatan tanpa alasan yang jelas
Sifat buruk ini akan menumbuhkan anggapan dalam diri sahabat Anda bahwa Anda tidak memperhatikannya, karena orang yang mengingkari janji atau kesepakatan berarti telah meninggalkan sesuatu yang dianggap kurang penting demi meraih sesuatu yang dianggap lebih pening. Alasan ini sudah cukup kuat untuk membuat sahabatmu sedih, menodai cinta dan merusak ukhuwah.
18. Selalu menceritakan perkara yang menyedihkan dan suka menyampaikan berita yang membuat resah
Ibnu Hazm ra bekata : “Jangan sampaikan beritayang membuat saudaramu sedih atau tidak bermanfaat baginya, karena itu adalah perbuatan orang-orang kerdil. Dan jangan menyembunyikan berita yang bisa membahayakannya jika ia tidak tahu, karena itu merupakan pekerjaan orang-orang jahat.”
Yahya bin Mu’adz berkata : “Jadikanlah tiga hal berikut ini sebagai sikapmu terhadap orang-orang mukmin; jika tidak bisa memberi manfaat, maka jangan membahayakannya; jika tidak bisa membahagiakannya, maka jangan membuatnya sedih; Jika tidak memujinya, maka jangan mencacinya.”
19. Terlalu cinta
Maksudnya adalah menghindari hal-hal yang berlebihan, seprti ketergantungan atau rasa suka terhadap sahabat, membebani diri dengan beban yang terlalu berat dalam upaya melayani atau mendekatinya.
Rasulullah saw bersabda :
“Cintailah kekasihmu sesederhana mungkin, siapa tahu ia menjadi musuhmu pada suatu saat nanti. Dan bencilah musuhmu sesederhana mungkin, siapa tahu ia menjadi sahabat dekatmu pada suatu saat nanti.” (Bukhari, Tirmidzi)
Abul-Aswad berkata :
Cintailah kekasihmu dengan cinta yang sederhana # Karena kamu tidak tahu kapan ia menjauhimu
Jika harus benci, maka bencilah # Tapi jangan menjauhi
Karena kamu tidak tahu # Kapan harus kembali
Mencintai sahabat secara berlebihan malah akan melemahkan persahabatan. Lebih baik cinta yang terus merangkak namun menanjak daripada cinta yang melonjak namun lekas surut. Namun demikian, jadikanlah cintamu kepada sahabat lebih besar dari cintanya kepadamu, agar mendapat fadhilah (keutamaan) dari Allah melalui sabda Rasul-Nya :
“Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah, kecuali orang yang lebih besar cintanya adalah yang lebih utama di antara keduanya.” (Bukhari)
Jadikan tulisan dalam buku ini sebagai bahan instrospeksi, menilai diri sendiri untuk memperbaiki kadar ukhuwah dan menunaikan hak ukhuwah saudaraku. Jangan jadikan tulisan dalam buku ini sebagai bahan untuk menilai sahabat-sahabat Anda, karena jika itu dilakukan, Anda pasti akan lebih memilih untuk ‘uzlah atau menyendiri. Wallahu’alam.
http://www.al-ikhwan.net/duri-duri-yang-merusak-ukhuwah-3576/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment